Pages

Ads 468x60px

Sabtu, 10 November 2012

Sejarah Sawerigading


                  LUWU, SEJARAH YANG TERLUPAKAN

   Luwu, daerah yang terletak di ujung utara Sulawesi Selatan. Selain terkenal dengan hasil alamnya yang melimpah (pertanian, perkebunan, tambang nikel, dll) juga memiliki torehan sejarah yang cukup menarik. Kitab I Lagaligo merupakan teks sastra peninggalan kerajaan Luwu dan masih terpelihara keasliannya menjadi bukti betapa kerajaan Luwu memiliki tradisi intelektual. Selain kitab I Lagaligo, beberapa peninggalan lainnya mempertegas kebesaran Luwu. Seperti, bangunan kerajaan, masjid, batu nisan, dan masih banyak lagi.

   Menurut beberapa ahli sejarah, Luwu merupakan kerajaan Bugis tertua sebelum berdirinya kerajaan-kerajaan lain di Sulawesi Selatan. Sekalipun masih terjadi perdebatan diantara ahli sejarah mengenai kapan fase awal kerajaan Luwu dimulai Kitab I Lagaligo menyebutkan jika Luwu mampu menghegemoni beberapa kerajaan yang ada di sekitarnya.

   Bahkan masuknya islam di Sulawesi Selatan diawali dari Patimang (dulunya pusat kerajaan Luwu) yang dibawa oleh Dato Sulaeman. Kehadiran islam yang sebagian besar dibawa oleh pedagang muslim mengindikasikan Luwu memiliki hubungan ekonomi dengan daerah lain di luar Sulewesi Selatan saat itu. Semenjak kedatangan islam, Luwu menjadi daerah yang mengedepankan nilai-nilai religius.

  Walau sebenarnya sebelum kedatangan islam di Luwu, masyarakat Luwu mempunyai kepercayaan terhadap ketuhanan yang kental. Kepercayaan terhadap ketunggalan Tuhan diterjemahkan dalam konsep Dewata Seuwae.

             Ajaran Sawerigading.

   Sejarah Luwu tidak dapat dilepaskan dari tokoh Sawerigading. Meski sebagian orang menganggap tokoh Sawerigading hanya sebuah mitos belaka. Tapi bagi masyarakat Luwu, Sawerigading merupakan simbol kebesaran nama Luwu. Ia dikenal dengan ajaran-ajaranya.

   Buku Keadatuan Luwu Perspektif Arkeologi, Sejarah, dan Antropologi karya Moh Ali Fadillah dkk menjelaskan tentang silsilah Sawerigading. Sawerigading adalah putra dari Batara Lattu dan We Opu Senggeng. Sementara Batara Lattu adalah putra dari Batara Guru dan We Nyilik Timok. Sawerigading memiliki saudara kembar perempuan yang bernama We Tenri Abeng. Setelah dewasa, Sawerigading menikah dengan I We Cudai. Hasil dari perkawinannya ini melahirkan I Lagaligo, I Tenridia, dan Tenribalobo. Ia juga mempunyai anak bernama We Tenriwaru dari hasil pernikahannya dengan I We Cimpau.

   Sawerigading merupakan penggambaran manusia setengah dewa yang mampu mengejawantahkan nilai-nilai langit (Ilahiah). Beberapa ajarannya masih dipegang oleh sebagian pemangku adat yang ada di Luwu. Ajarannya antara lain adele (adil), lempu (jujur), tengeng (benar), getteng (teguh).

  Setelah Sawerigading tidak ada, kerajaan Luwu terus mengalami perkembangan tanpa meninggalkan ajaran Sawerigading. Struktur birokrasi di kerajaan Luwu boleh dikata cukup mapan untuk ukuran sebuah kerajaan pada saat itu. Berbagai perangkat birokrasi yang ada memudahkan kerja sistem pemerintahanu. Perangkat adat itu antara lain Pakatenni Ada’ , Ada Asera , dan Ada Sapulo Dua (Moh Ali Fadillah dkk, 2000).

   Pakatenni Ada’ (pemangku adat utama) merupakan badan eksekutif yang berada dibawah raja. Terdapat juga Opu Pabbicara sebagai juru bicara dan Opu Tomarilalang yang menjalankan fungsi kehakiman.

   Ada Asera (adat sembilan) menjalankan fungsi legislatif, yang mana mereka semua merupakan perwakilan rakyat. Ada Asera terdiri dari anak tellue yaitu Opu Ma’dika Ponrang, Opu Ma’dika Bua, dan Opu Ma’dika Baebunta. Selain anak tellue ada juga bendera tellue, yang merupakan perwakilan prajurit, pekerja, dan anak bangsawan. Dan bate-bate tellue yaitu perwakilan para pendatang.

   Ada sappulo dua (adat dua belas), yaitu adat sembilan ditambah dengan perwakilan golongan kaum agamawan.

   Adanya struktur birokrasi tersebut menjadi bukti bahwa proses demokrasi bukanlah hal yang baru bagi masyarakat Luwu. Pengambilan kebijakan kerajaan bukan sepenuhnya menjadi otoritas raja melainkan melibatkan masyaratkan lewat perwakilannya di Ada’ Asera. Perangkat adat tadi agak mirip struktur birokrasi yang ada di Negara modern saat ini.

            Nilai yang dilupakan.

   Perubahan yang cepat di luar Luwu, juga berdampak signifikan terhadap Luwu. Semangat otonomi daerah, menjadikan Luwu terbagi dalam empat kabupaten/kota. Keempat daerah tersebut antara lain kabupaten Luwu, Kota palopo, Kabupaten Luwu Utara, dan Kabupaten Luwu Timur. Kerajaan Luwu yang dulunya menjadi kendali atas roda pemerintahan di Luwu kini beralih ke pemerintah empat kabupaten/kota tersebut. Kerajaan Luwu (sekalipun masih ada) kini tinggal nama saja.

   Jika kita bertanya kepada anak-anak sekolah tentang siapa Datu Luwu saat ini maka sebagian besar-malah semuanya- akan menjawab tidak tahu. Berbeda dengan daerah lain di Indonesia yang merupakan daerah bekas kerajaan seperti kesultanan Jogja yang masih memegang teguh nilai-nilai budaya dan tidak melupakan sejarahnya, generasi di Luwu sebagian besar justru melupakan sejarahnya.

   Kecintaan daerah lain terhadap budayanya tercermin dari keingintahuan mereka atas sejarah, ini dapat diwujudkan dengan menggelar pagelaran budaya. Di Jogja, tiap tahun diadakan festival keraton sebagai bentuk kecintaan mereka akan budaya lokal.

   Karya sastra I Lagaligo yang menjadi bukti intelektualitas masyarakat Luwu dahulu malah berada di Belanda. Sehingga untuk mempelajarinya kita harus ke Belanda. Ini menjadi tamparan yang keras bagi kita generasi muda Luwu. Orang asing saja ingin mempelajari budaya kita sementara kita malah meninggalkannya.

   Ketidakpahaman generasi muda Luwu tercermin dalam perilaku keseharian generasi muda. Luwu kini lebih dikenal sebagai daerah rawan konflik. Berbagai pertikaian antar pemuda menjadi pemandangan yang tidak asing di Luwu saat ini.

  Generasi muda Luwu lebih memilih menonton Spiderman, Supermen, Hulk yang secara histories tak memiliki landasan sejarah yang kuat. Film yang tak lain merupakan hasil imaginasi para penggiat film holllywood. Padahal, heroisme sosok Sawerigading tak kalah dari Spiderman ataupun Superman.

  Kehilangan identitas budaya Luwu yang mendera generasi mudanya selain karena arus globalisasi yang begitu kuat juga karena tak adanya counter dilakukan terhadap budaya asing tersebut. Bukankah penjajahan baru akan terjadi jika yang dijajah rapuh secara internal. Bila, generasi muda Luwu memahami secara mendalam empat ajaran tadi, yaitu adele (adil), lempu (jujur), tengeng (benar), getteng (teguh), budaya asing tak akan dengan mudah merasuki setiap generasi muda Luwu.

     Mengembalikan Identitas Yang Hilang.

   Menemukan kembali identitas budaya Luwu menjadi suatu yang wajib dilakukan bukan hanya generasi muda namun semua elemen masyarakat Luwu termasuk pemerintah. Budaya asing yang menghegemoni, mengakibatkan teralienasinya para pemuda Luwu dari lingkungan sekitarnya. Keteransingan ini disebabkan budaya asing yang masuk adalah hasil rekayasa untuk mengeksploitasi kita secara ekonomi. Parahnya, proses ini berlangsung tanpa kita sadari.

   Makanya, pemerintah sebagai stakeholder di Luwu saat ini sebaiknya mulai lebih memikirkan ini. Dengan merencanakan program pengenalan budaya Luwu kepada generasi muda. Tapi, untuk melakukan itu tentunya itu harus dimulai dari lingkungan pemerintah.

   Pemerintah daerah di Luwu harus mampu mewujudkan masyarakat Luwu yang adele (adil). Adil yang dimaksud adalah tidak ada lagi perlakuan berbeda dalam melakukan pelayanan publik.

   Selain adil, pemerintah juga sebaiknya menjalankan amanah rakyat dengan lempu (kejujuran). Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang menjadi penyakit birokrasi tidak mungkin terjadi jika pemimpin menjalankan roda pemerintahan dengan jujur.

   Pada era otonomi daerah saat ini, dimana pemimpin dipilih melalui pemilihan langsung, rakyat Luwu sebaiknya mulai memikirkan pemimpin yang bersandar pada nilai-nilai kebenaran (tengeng). Dan memiliki keteguhan hati (getteng) untuk mempertahankan setiap kebenaran yang diyakini.

   Semoga kita masih menginternalisasi budaya siri dalam diri kita agar tidak menjadi generasi yang pakasiri-siri.

Tidak ada komentar:

 

Sample text

Sahabat Followers

Sample Text